Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Negara
(FITRA) menilai utang yang dilakukan pemerintah untuk menutup defisit
APBN sangat tidak produktif. FITRA meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dan pemerintah untuk menyusun aturan pembatasan defisit anggaran hanya
sebesar 1 persen.
Dewan Nasional Fitra Ahmad Erani Yustika menuturkan pemerintah setelah mendapatkan utang anggarannya tidak dipergunakan atau jikalau dipergunakan tidak untuk program yang tepat.
"Buat apa kita bikin defisit anggaran tapi kita nggak lakukan. Buat apa ngutang, tapi nggak dikerjakan itu kan kejahatan," ujar Erani di kantor FITRA, Mampang, Jakarta, Jumat (4/1/2013)
Ia mengakui fiskal dapat dikatakan sehat jika defisit tidak lebih dari 3 persen. Namun, Erani menegaskan tetap lebih baik jika pengelolaan sistem anggaran dilakukan secara intensif daripada berutang.
Sistem anggaran, sambungnya, ketika pengajuan APBN harusnya sudah ada program prioritas dan pendukung. Sehingga, jika dibutuhkan anggaran untuk prioritas dapat diambil sementara dari program pendukung.
Selain itu, Erani juga menemukan beberapa program yang sudah tidak layak lagi. Seperti terkait pemulihan ekonomi akibat krisis 98 yang terjadi 14 tahun lalu.
"Sekarang sama 10 tahun lalu itu beda, tapi kenapa itu masih masuk dalam pos anggaran. Pemulihan ekonomi akibat krisis contohnya, sekarang itu ada problem kemiskinan yang tak kunjung turun,"pungkasnya.
Dewan Nasional Fitra Ahmad Erani Yustika menuturkan pemerintah setelah mendapatkan utang anggarannya tidak dipergunakan atau jikalau dipergunakan tidak untuk program yang tepat.
"Buat apa kita bikin defisit anggaran tapi kita nggak lakukan. Buat apa ngutang, tapi nggak dikerjakan itu kan kejahatan," ujar Erani di kantor FITRA, Mampang, Jakarta, Jumat (4/1/2013)
Ia mengakui fiskal dapat dikatakan sehat jika defisit tidak lebih dari 3 persen. Namun, Erani menegaskan tetap lebih baik jika pengelolaan sistem anggaran dilakukan secara intensif daripada berutang.
Sistem anggaran, sambungnya, ketika pengajuan APBN harusnya sudah ada program prioritas dan pendukung. Sehingga, jika dibutuhkan anggaran untuk prioritas dapat diambil sementara dari program pendukung.
Selain itu, Erani juga menemukan beberapa program yang sudah tidak layak lagi. Seperti terkait pemulihan ekonomi akibat krisis 98 yang terjadi 14 tahun lalu.
"Sekarang sama 10 tahun lalu itu beda, tapi kenapa itu masih masuk dalam pos anggaran. Pemulihan ekonomi akibat krisis contohnya, sekarang itu ada problem kemiskinan yang tak kunjung turun,"pungkasnya.
Jumat, 04/01/2013 15:33 WIB